Indie dan Efek Rumah Kaca


Personel Band Efek Rumah Kaca (dari kiri ke kanan):
Akbar Bagus Sudibyo, Airil Nur Abadiansyah, Adrian Yunan Faisal, Cholil Mahmud.


Dunia musik di Indonesia kini memiliki banyak alternatif dari musik dan lagu yang berbeda dari arus utama (mainstream). Mainstream atau arus utama merupakan sebutan bagi aliran musik Indonesia yang mereka dinaungi oleh industri/label rekaman besar dengan promosi yang dapat menjangkau luas baik nasional ataupun internasional. Umumnya jenis arus utama ini cenderung pada musik-musik populer dengan lagu bertema percintaan dan hubungan persahabatan, tema-tema yang dapat dengan mudah kita jumpai. Lagu tentang romansa menguasai selera musik masyarakat Indonesia pada umumnya. 
Tetapi kemunculan para pemusik indie memberikan warna baru bagi dunia musik Indonesia. Para pemusik Indie menawarkan alternatif dengan berbagai macam substansi yang ditawarkan pada musiknya. Kritik sosial dan juga luapan emosi para pemusik indie pada realitas kehidupan dituangkan dalam karya-karyanya. 
Indie dapat diartikan sesuai namanya yaitu independen. Pengertian indie sendiri bisa dimaknai pada dua hal yaitu, genre dan label. Pada pengertian indie sebagai genre yaitu terdapat dalam lirik-lirik yang disajikan memiliki tema berbeda dari aliran arus utama. Tema lagu yang diangkat biasanya ialah hal-hal yang tidak biasa untuk dijadikan sebuah lagu – contohnya ialah lagu “Merah” dari Efek Rumah Kaca (ERK) yang mengangkat tema politik. 
Pengertian indie secara label dimaksudkan sebagai label yang mengangkat genre-genre indie sebagai proyek rekamannya – biasanya label indie dikelola sebagian atau keseluruhan pemusik Indie itu sendiri, namun bisa juga label indie tersebut gabungan dari pemusik indie lainnya. Indie label juga dapat dimaksudkan sebagai label yang dikelola oleh si pemusik indie tersebut secara mandiri. Proses manajerial mandiri/independen oleh pemusik Indie tersebut dapat meliputi semua hal seperti rekaman, penyuntingan, pemasaran, konser dsb. 

Cover "Sebelah Mata"


Aliran musik indie sendiri diperkirakan sudah ada di Indonesia pada tahun 1993. Klaim tersebut didasarkan pada munculnya PAS Band – PAS Band dapat disebut sebagai band indie hanya pada aspek manajerialnya saja, tidak pada lagu-lagunya. Label indie diperkirakan mulai ada pada tahun 1999. Hal tersebut dapat didasarkan pada kemunculan FFWD Record di Bandung pada 1999 (Dellyana dkk., 2015: 18). 
Aliran indie menjadi sebuah pola baru dalam dunia musik di Indonesia. Para musisi band Indie dapat mengkreasikan diri sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Hal itu membuat muncul lagu-lagu yang bertemakan kritik sosial pada musisi-musisi band indie. Band Efek Rumah Kaca (ERK) merupakan salah satu di antara band indie yang mempunyai karya-karya berbeda dari musik aliran mainstream di Indonesia.
Efek Rumah Kaca pertama kali terbentuk pada 2001. Ketika awal terbentuk band tersebut masih memiliki nama Hush lalu berganti menjadi Superego dan masih beranggotakan lima orang. Baru pada 2003 mereka menetapkan nama band Efek Rumah Kaca dan juga menetapkan jumlah personel sebanyak tiga orang (Fikri, 2011: 34 – 45). ERK beranggotakan Cholil Mahmud (vokal/gitar), Adrian Yunan Faisal (vokal latar/bass), dan Akbar Bagus Sudibyo (drum/vokal latar). 
Namun dalam perjalanan kariernya, Adrian mengalami penyakit yang berefek pada penglihatannya. Hal itu membuatnya tidak dapat lagi bermain bass untuk ERK. Posisi bass ERK yang dipegang oleh Adrian kerap digantikan oleh Andi Hans Sabaruddin dalam rentang waktu 2011 – 2012 (ERK, 2015). Sejauh ini ERK telah merilis tiga album yaitu “Efek Rumah Kaca” pada 2007, “Kamar Gelap” pada 2008, dan terakhir “Sinestesia” yang secara resmi rilis pada 2015 dengan versi lengkapnya.

Cover "Seperti Rahim Ibu" (Ost. Mata Najwa)

Dari penamaan band ERK saja sudah berbeda dari umumnya band-band terkenal atau arus utama di Indonesia. Nama bandnya juga memiliki nilai kritik tersendiri – nama Efek Rumah Kaca diambil dari salah satu lagunya yang berjudul sama yang menyinggung perihal masalah lingkungan. ERK selalu mengangkat kritik sosial dan juga emosi dalam lagu-lagunya. Anda mungkin tidak akan pernah mendengar lagu tentang diabetes (Sebelah Mata) atau bahkan kemanusiaan (Seperti Rahim Ibu ost. Mata Najwa). Adanya ERK menghadirkan tema-tema unik tersebut ditengah kebanyakan musik bertema romansa tentunya menjadi alternatif. ERK menunjukkan bahwa musik tidak hanya cocok untuk romansa tapi juga kritik sosial.



Refensi

A., Silvia. Analisis Teori Strukturalisme Konstruktivis Pierre Bourdieu dalam Perlawanan Kelompok Musik Efek Rumah Kaca Terhadap Arus Utama (Mainstream): Lirik Lagu, Industri, dan Negara. Depok: Universitas Indonesia, 2011.
Dellyana, Dana, dkk. Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Musik Indonesia 2015 – 2019. Jakarta: PT. Republik Solusi, 2015.
Efek Rumah Kaca, http://efekrumahkaca.net/ (22 Juni 2018)
Fikri, Mochamad Aidin. Manipulasi Hubungan Kepentingan Menjadi Hubungan Sentiment. Depok: Universitas Indonesia, 2011.
Mubarok, Fahmi. Analisis Wacana Kritik Sosial pada Album Efek Rumah Kaca Karya Band Efek Rumah Kaca. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2013.
Permana, Tri Bagus. Kritik Sosial dalam Lirik Lagu Band Efek Rumah Kaca Kajian Sosiologi Sastra. Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 2014.
Sumahar, Muarif Pebriansah. “Analisis Wacana Dominasi Major Label pada Industri Musik Indonesia dari Band Efek Rumah Kaca”, Jurnal Online UNAIR 1 (2017): 1 – 7.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dakwah Islam di Indonesia dan Dakwah Era Kemerdekaan

Politik Isolasi Jepang Pada Masa Pemerintahan Tokugawa

Sejarah Flu Burung di Dunia