Idealisme Birokrasi
Pengertian birokrasi dapat dilihat
dari asal katanya. Kata birokrasi sendiri berdasarkan bahasa Perancis yaitu bureau
yang berarti meja di mana tempat para pegawai dan pejabat bekerja.
Sedangkan dalam bahasa Inggris birokrasi adalah bureaucracy yang
diartikan sebagai prosedur-prosedur administrasi, menyangkut aspek
institusional dan asosional (Albrow, 1989: 2 – 7 dalam Rozi, 2006: 10). Wardana
dan Meiwanda (2017: 332) menuturkan dalam jurnalnya, bahwa secara umum
birokrasi diartikan sebagai suatu tipe organisasi yang melaksanakan tata kerja
yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan, yang bertugas
melakukan pelayanan umum (public service) serta dilaksanakan dengan
sepenuhnya (secara sense of belonging and sense of responsibility).
Birokrasi yang dibahas pada artikel ini ialah perihal birokrasi sipil pemerintahan Indonesia. Menurut pemerintah Indonesia, birokrasi sipil di Indonesia ialah pegawai negeri dan pejabat eselon I atau jabatan struktural, sampai jabatan fungsional yang langsung berhadapan dengan masyarakat (Rozi, 2006: 10). Dapat disimpulkan bahwa birokrasi ialah perihal jabatan, prosedur-prosedur administrasi dengan tingkatan yang ada dan berjalan sesuai fungsi yang ditetapkan.
Gambaran Birokrasi di Indonesia Sumber: dictio.id |
Birokrasi yang dibahas pada artikel ini ialah perihal birokrasi sipil pemerintahan Indonesia. Menurut pemerintah Indonesia, birokrasi sipil di Indonesia ialah pegawai negeri dan pejabat eselon I atau jabatan struktural, sampai jabatan fungsional yang langsung berhadapan dengan masyarakat (Rozi, 2006: 10). Dapat disimpulkan bahwa birokrasi ialah perihal jabatan, prosedur-prosedur administrasi dengan tingkatan yang ada dan berjalan sesuai fungsi yang ditetapkan.
Fungsi birokrasi yang ideal dapat
meliputi demokratisasi birokrasi. Suatu tatanan birokrasi diperlukan demokrasi
dalam menjalankannya. Demokratisasi tak terlepas dari perihal pergerakan
jabatan, pengambilan posisi, dan penempatan berdasarkan kemampuan. Partai
politik memang juga dapat berperan dalam birokrasi, namun birokrasi harus tetap
sesuai pada jalurnya yaitu mementingkan pelayanan publik.
Ciri birokrasi yang ideal lainnya adalah dengan adanya pekerja di bidang birokrasi (birokrat) yang ideal dengan mental melayani bukan dilayani. Para birokrat adalah abdi yang melayani rakyat. Seorang pejabat birokrasi semestinya menjadi seorang pekerja yang melayani rakyat sesuai dengan tuntutan kerjanya. Pajak ialah sumber gajinya, maka dari itu seseorang yang bekerja sebagai birokrat pemerintahan mesti mengutamakan kepentingan publik. Selain itu profesionalitas dibentuk dengan menyampingkan kepentingan kelompok atau pribadi seorang birokrat sehingga birokrasi dapat berjalan sesuai dengan adanya – tanpa bercampur kepentingan kelompok atau individu yang jauh dari idealisme birokrasi.
Partai politik seringkali mengambil alih kekuasaan dan berupaya mempertahankannya dengan menguasai birokrasi. Orde Baru merupakan pemerintahan yang dapat berkuasa begitu lama karena berhasil dengan menggunakan birokrasi sebagai alat politiknya. Para birokrat dipaksa atau terpaksa untuk mengikuti rezim. Selain itu terdapat juga Golongan Karya sebagai wadah politik mereka. Setelah Reformasi pun model penguasaan birokrasi untuk kepentingan partai masih dilakukan (Miftah, 2002). Tetapi hal itu berbeda karena saat masa Orde Baru, rezim sangat menekan lawan politiknya sehingga tidak adanya persaingan. Sedangkan pada Reformasi memungkinkan terjadi persaingan tergantung kemenangan mereka atas publik Indonesia. Kecenderungan memolitisasi birokrasi tersebut tentunya menyebabkan birokrasi tidak lagi ideal dan menghantarkan kepada ketidakpuasan publik.
Ciri birokrasi yang ideal lainnya adalah dengan adanya pekerja di bidang birokrasi (birokrat) yang ideal dengan mental melayani bukan dilayani. Para birokrat adalah abdi yang melayani rakyat. Seorang pejabat birokrasi semestinya menjadi seorang pekerja yang melayani rakyat sesuai dengan tuntutan kerjanya. Pajak ialah sumber gajinya, maka dari itu seseorang yang bekerja sebagai birokrat pemerintahan mesti mengutamakan kepentingan publik. Selain itu profesionalitas dibentuk dengan menyampingkan kepentingan kelompok atau pribadi seorang birokrat sehingga birokrasi dapat berjalan sesuai dengan adanya – tanpa bercampur kepentingan kelompok atau individu yang jauh dari idealisme birokrasi.
Partai politik seringkali mengambil alih kekuasaan dan berupaya mempertahankannya dengan menguasai birokrasi. Orde Baru merupakan pemerintahan yang dapat berkuasa begitu lama karena berhasil dengan menggunakan birokrasi sebagai alat politiknya. Para birokrat dipaksa atau terpaksa untuk mengikuti rezim. Selain itu terdapat juga Golongan Karya sebagai wadah politik mereka. Setelah Reformasi pun model penguasaan birokrasi untuk kepentingan partai masih dilakukan (Miftah, 2002). Tetapi hal itu berbeda karena saat masa Orde Baru, rezim sangat menekan lawan politiknya sehingga tidak adanya persaingan. Sedangkan pada Reformasi memungkinkan terjadi persaingan tergantung kemenangan mereka atas publik Indonesia. Kecenderungan memolitisasi birokrasi tersebut tentunya menyebabkan birokrasi tidak lagi ideal dan menghantarkan kepada ketidakpuasan publik.
Menurut Rozi (2006: 8), birokrasi
yang ideal untuk Indonesia ialah birokrasi yang tidak partisan, berpolitik
dalam pemilihan umum dan tidak diskriminatif dalam rangka memobilisasi dukungan
publik – dengan menggunakan jabatan birokrasi – untuk kemenangan partai atau
aktor tertentu. Birokrasi yang ideal menurutnya ialah birokrasi yang
mengedepankan profesionalitas, tidak mementingkan partai politik, dan sensitif
terhadap keinginan publik yang membutuhkan kualitas dan efisiensi dalam
birokrasi – jika perlu membangun sensitivitas membangun enterpreneurship untuk
masyarakat (Rozi, 2006: 8).
Seorang pejabat birokrasi diharapkan memenuhi netralitas. Pejabat birokrasi harus menempatkan politisi dan partainya secara sama dengan kepentingan rakyat biasa. Tidak ada yang didahulukan ataupun diutamakan. Birokrasi harus dijalankan sesuai dengan prinsip profesionalitas untuk menjadi pelayan masyarakat sesuai tugasnya. Hal yang harus dilakukan ialah sesuai fungsi kerja yang sudah ditetapkan. Memang politik tidak akan terlepas dari seorang birokrat, namun perlu dipahami bahwa perannya sebagai pejabat birokrasi ialah sebagai pelayan publik dan bukan partai politik. Sehingga dalam memenuhi tugasnya, ia tidak dapat mengedepankan kepentingan politiknya daripada memenuhi pelayanan terhadap publik.
Ahmad Zainudin
Jakarta-Depok, 2018.
Seorang pejabat birokrasi diharapkan memenuhi netralitas. Pejabat birokrasi harus menempatkan politisi dan partainya secara sama dengan kepentingan rakyat biasa. Tidak ada yang didahulukan ataupun diutamakan. Birokrasi harus dijalankan sesuai dengan prinsip profesionalitas untuk menjadi pelayan masyarakat sesuai tugasnya. Hal yang harus dilakukan ialah sesuai fungsi kerja yang sudah ditetapkan. Memang politik tidak akan terlepas dari seorang birokrat, namun perlu dipahami bahwa perannya sebagai pejabat birokrasi ialah sebagai pelayan publik dan bukan partai politik. Sehingga dalam memenuhi tugasnya, ia tidak dapat mengedepankan kepentingan politiknya daripada memenuhi pelayanan terhadap publik.
Ahmad Zainudin
Jakarta-Depok, 2018.
Daftar Pustaka
Hadi, Dwi Wahyono dan Gayung Kasuma. (2012). Propaganda Orde Baru
1966-1980. Verleden 1, 40-50.
Martini, Rina. (2014). Politisasi Birokrasi di Indonesia. Makalah
tidak diterbitkan.
Moertono, Soemarsaid. (1985). Negara dan Usaha Bina-Negara di
Jawa Masa Lampau. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Purnaweni, Hartuti. (2004). Demokrasi Indonesia dari Masa ke Masa. Jurnal
Administrasi Publik 3, 118-131.
Rozi,
Syafuan. (2006). Zaman
Bergerak, Birokrasi Dirombak: Potret Birokrasi dan Politik di Indonesia.
Yogyakarta: P2P-LIPI & Pustaka Pelajar.
Thoha,
Miftah. (2016). Birokrasi & Politik di Indonesia.
Jakarta: Rajawali Pers.
Thoha, Miftah. (2002, Oktober). Reformasi Birokrasi Pemerintah.
Makalah pada Seminar Good Goverance tentang Birokrasi
di Indonesia, di Bappenas, Jakarta.
Wardana, Data dan Geovani Meiwanda. (2017). Reformasi
Birokrasi Menuju Indonesia Baru, Bersih dan Bermartabat. Wedana 3, 331-336.
Komentar
Posting Komentar